Sebuah kalimat yang kutulis dua tahun lalu mengantarkanku pada kenyataan: bahwa harapan bisa terwujud kapan saja, meski telah lama hanya dikenang sebagai cerita.
Aku agaknya menyangsikan bisa tiba-tiba bertemu denganmu di sebuah mall yang ramai. Namun, kesempatan adalah kesempatan. Melewatkannya justru hanya akan melahirkan penderitaan berkepanjangan. Menyesal, tidak karuan, tahu-tahu bertambah berat badan.
Jangan tanya seperti apa detak jantungku saat tahu kalau kamu juga ada di situ. Kapan pulang? Apakah hanya liburan lalu kembali terbang? Rentetan pertanyaan yang menunjukkan betapa kagetnya aku lantaran bisa berada di satu atap yang sama tanpa rencana sebelumnya.
“Kayaknya ada yang deg-degan. Beneran ada di atas lho ini. Mau disamperin enggak? Apa nunggu mereka ke sini aja?”
“Pulang aja gimana?”
“Yakin? Entar nyesel, lho.”
Betapa pun memasang tampang kalem, sepertinya kali ini aku tidak bisa menyembunyikan debaran. Terlampau lama menahan. Dan, ya… nyatanya aku masih sebergempa ini jika bersangkutan dengan seseorang yang terus berada di dalam ingatan.
“Kayak remaja banget, sih,” sebut seorang teman.
“Tapi gemes, deh,” tambah yang lain.
Bukan malah menenangkan, kedua teman lamaku itu terus menggoda habis-habisan. Sementara, sang suami cuma ikut cengegesan, kemudian lanjut makan.
“Ayo, kapan lagi? Siapa tahu pertemuan ini jadi gerbang pembuka hubungan kamu sama dia. Siapa yang tahu, kan?” Gelora semangat yang mereka tuang justru membuatku semakin kehilangan keyakinan.
Lalu tiba-tiba saja, kamu sudah mendadak ada di depan mata.
Tidak bisa, ya, kasih aku waktu untuk menata jantungku dulu?
Aku cukup pintar untuk bersikap biasa saja. Namun ingatanku seketika kembali ke dua tahun lalu. Agaknya aku tidak ingin menyesal seperti waktu itu, yang melihatmu saja tidak mampu. Padahal akan berada dalam jarak yang amat sangat jauh. Aku takut setelah ini pun akan juga begitu. Maka melontarkan beberapa pertanyaan dengan santai nampaknya jauh lebih melegakan.
Lalu aku tahu, kamu tengah meranggas mimpi-mimpu yang baru. Mengetahui kabar itu amat membahagiakan bagiku. Sama seperti yang pernah kutulis dahulu, aku tidak tahu bagaimana menjadi matahari, tetapi akan selalu mendoakan perjalananmu lancar sampai nanti. Begitulah caraku mengakhiri pertemuan dalam satu episode pendek itu.
Namun…
Keberuntungan rupanya masih mau menghampiriku. Kamu, lagi-lagi mendadak lewat di depan mata saat aku dan tim kerjaku tengah menggarap sebuah project video sepulang pertemuan satu jam lalu.
Begitu refleks aku memanggil namamu. Alih-alih membuatmu menoleh, malah menimbulkan tatapan curiga dari teman-teman di sampingku saat itu.
“Kayaknya kita harus cari tahu orang itu.”
Mati aku.
Hahaha… Hai hai siapa dia? Aku jadi ikut kepo kayak temen2mu, deh. Semoga berakhir bahagia, ya.
Betul saya pun jadi pengen cari tahu siapa sih dia…
Sebegitu bikin dirimu bergempa… Hahaha…
Maaf, ga bisa bikin bahasa sastra ah
oh..oh.. siapa dia. Wkwkwk.. jadi penasaran kelanjutannya nih.
Sebuah pertemuan berharga yang bikin penulisnya tersenyum bahagia. Siapakah ya tokoh utamanya? Apakah ini pacar pertama?
Ayo spill donk kak tokoh utamanya. Jadi penasaran nih.
Ahaaaaay
Ayo ayo jadikan segera
Jangan dipendam ntar bisulan hahaha
CLBK kah? Cinta Lama Belum Kelar ya? jadi penasaran niih, jangan gantung gini dong ceritanya, ketemu kan ya? hihih
Duuh jadi penasaran siapa dia, sampe bikin sport jantung. Kayak saya waktu SMK dulu ketemu doi, jantung bisa deregdegan gitu, kayak mau copot. Ahh, jadi teringat memory tahun 2000 lalu….
Hahaha, yang ada semua jadi penasaran. Kepo dah, hehehe. Deg-degannya sampai berasa gempa di dada. Deg…deg…duer. Awas jangan sampai copot jantungnya. Eh jantung atau hati ya yang deg-degan? Hehe
Daku dia itu siapa… karena dia sama denganku terkait dengan bulan Maret..
Nah loh..nah loh…hahah
Eaaa mules ya mba hahhaha tapi hepi dan siapakah dia. Buruan bantuin cari hahhaha berdentam dentum hati.