Sumber gambar |
Sepanjang waktu kamu menanti hari. Pada tiap-tiap sepi yang sering kamu sebut rindu, tidak ada yang bisa dibicarakan lagi, selain hanya bisa menyimpan banyak doa–tanpa luka. Tapi tunggu, menunggu kan sebuah luka. Kamu sudah sangat hafal bagaimana pedihnya. Tapi tetap saja, tidak ada yang mampu menghentikanmu dari itu. Bahkan dirimu sendiri. Sebab menanti adalah hal yang pasti buatmu. Meski kamu sendiri, sama sekali tidak mengetahui kepastian yang sesungguhnya seperti apa. Kan kamu cuma manusia, tidak akan tahu segalanya, katamu.
Kamu tidak membayangkan akan melihatnya hari itu. Orang yang sudah lama kamu nanti kehadirannya datang, tepat ketika kamu akan beranjak pergi. Untuk beberapa detik, matamu bertemu dengan matanya yang selalu meneduhkan. Tapi kamu hanya bisa menoleh sesaat. Buru-buru masuk ke dalam kendaraan. Padahal jantungmu semakin cepat berdegup. Kalau bisa, mungkin kamu akan memilih untuk kembali lagi ke tempat itu. Sayangnya tidak. Kamu masih mengintip di balik jendela keterpisahan–antara matamu dengan matanya yang kembali beradu untuk kedua kalinya–.
Lantas sesudah itu, kamu pergi dan menjauh.
Kenapa hanya waktu yang tak berpihak pada dua pasang mata yang diam-diam saling bicara?
Kamu kecewa pada waktu. Ingin meminta penjelasan padanya sangat dalam. Padahal kamu tahu, terkadang ada sesuatu yang memang tidak bisa dijelaskan oleh siapa-siapa. Bahkan waktu sendiri mungkin tidak tahu jawaban atas penjelasan yang kamu minta. Ia hanya terus berputar dan berjalan. Meskipun kamu memintanya berkali-kali. Tetap saja, kalau waktumu belum sampai, kamu tidak akan pernah sampai.
Mungkin, yang dinamakan ‘waktu yang tepat’ adalah kesempatan atas doa-doa yang sempat terlupakan. Yang bisa jadi, kamu mengira sudah diabaikan. Bukankah kamu seringkali merasakannya?
Kenapa hanya waktu yang tak berpihak pada dua pasang mata yang diam-diam saling bicara?
Mau apalagi, toh kamu tidak punya daya apa-apa.
Jadi bersabar lagi saja.
~
Mei 2015,
©Happy Hawra
cukup menyayat hati ya…
Aku terpena, aku terpana dan aku terbuai oleh rayuan surgawi
sudah cukup bersabar.
aku benar-benar kecewa pada waktu~
Kesabaran memang sangat dibutuhkan dikala hadirnya ketidakberdayaan.
Salam!
Jadi pengen pukpukin :'
Dasar waktu!!!
jangan disayat-sayat mbak, ntar perih :")
kasalman lagi nulis puisi? 😀
hmm : )
yup, salam. 🙂
mau pukpukin siapa kak? :")
hihihi : )
sabar (y)
No. waktu itu mutlak, gak bisa diganggu gugat. manusia yang bergerak. take an action or let the universe slap you.
waktu belum perpihak 😀
iya, kakyu ^^
hehehe
^^
makasih udah berkunjung kak 😀
Apa daya melawan waktu, takkan pernah bisa memutar waktu apalagi menghentikan waktu. Semua itu jadi tak berdaya dan tak berguna di hadapannya
Siapa aja boyeeee :'D
harus sabar lagi ya.. hmm 🙂
manusia mungkin bisa menunda. tapi waktu tidak.
.
halo. ini kunjungan pertama ke blogmu hehe.
ditunggu kunjungan baliknya ya 😛
salam kenal 🙂
'Aku tak berdaya bila tiada kau di sisiku
Aku tak berdaya bila kau tak mendengar suaraku'
Eh, itu mah lagu ya? Hihihi 😀
Hai, Kak Dimas. Salam kenal juga. Selamat datang ya, maaf rumahnya berantakan hehe. Sip, saya siap meluncur untuk blogwalking. :))