Obrol · Juli 2, 2014 4

Yang Terlupakan dari Ramadhan

Saya tidaklah semuslimah yang orang-orang bayangkan. Saya pun tidak sebaik yang orang-orang pikirkan. Saya hanya seseorang yang sedang menjalani proses belajar menjadi keduanya.

*
Ada satu hal yang baru saya sadari saat ini. Satu momen di bulan ramadhan yang hampir ‘terlupakan’. Satu momen — yang kalau dingat-ingat kembali — ternyata memiliki efek yang luar biasa terhadap hidup saya hingga kini. Satu momen itu adalah saat pertama kali saya membuat sebuah keputusan untuk berjilbab (dengan konsisten).
Waktu itu, tepat pada 1 Ramadhan, di tahun 2009 (kalau saya tidak salah ingat tahunnya), saya membuat keputusan — yang menurut saya — adalah sebuah keputusan yang sangat besar bagi diri saya sendiri. Bahwa saya memutuskan untuk berjilbab (dengan konsisten). Mengapa ini adalah keputusan besar bagi saya? Sebab saya harus mengingat bahwa ada keharusan akan konsekuensi dan konsistensi yang harus saya hadapi di dalamnya.
Keputusan untuk berjilbab juga menjadi keputusan yang berat. Saya rasa, perempuan lain pun mungkin pernah merasakan hal yang sama seperti saya. Karena, seperti yang sudah saya katakan di atas, di dalam keputusan tersebut ada konsekuensi-konsekuensi yang harus saya terima dan ada pula konsistensi yang harus dijalankan setelahnya. Maka dari itu, bisa dibilang, keputusan ini tidaklah mudah. Saya harus mengumpulkan kekuatan agar hati saya tidak berubah sewaktu-waktu, tidak tergiur oleh pergaulan yang bisa jadi dapat mempengaruhi keputusan saya tersebut. Tetapi alhamdulillah, ternyata saya mampu menghadapi itu semua hingga sekarang.
Saya mungkin tergolong anak yang paling lama ‘memiliki keyakinan’ untuk benar-benar berjilbab di dalam keluarga. Rasanya memang sulit, mungkin karena saya tidak pernah membiasakannya. Terlebih lagi di kalangan teman-teman saya, mungkin saya menjadi salah satu perempuan yang ‘telat berjilbab’. Sewaktu SMA, saya pernah berdiskusi bersama beberapa teman-teman perempuan saya mengenai “kapan pertama kali berjilbab di sekolah?”. Ternyata banyak dari mereka yang menjawab bahwa sejak SD sudah sekolah menggunakan jilbab, bahkan ada yang sejak TK sudah dibiasakan sekolah menggunakan jilbab. Sedang saya sendiri menjawab dengan malu-malu, “bahkan ospek SMP pun saya ga berjilbab”. Yang ada, saya mendapat jawaban wajah-wajah yang tidak percaya (sejujurnya teman-teman dekat saya memang tidak pernah percaya semua yang saya katakan. Karena katanya saya memiliki muka yang kriminal #padahalsayaimutimutloh :p. Terlebih lagi, karena saya juga sering mengerjai dan menipu mereka. Katanya juga, mereka tidak bisa membedakan apakah saya sedang jujur atau bohong, muka saya terlalu meyakinkan buat mereka, hahaha).
Tapi waktu itu apa yang saya katakan memang benar. Waktu Ospek SMP, di kelas saya hanya ada dua perempuan yang berjilbab. Sesekali saya memperhatikan mereka, sebenarnya saya juga ingin seperti itu, tapi apa daya ada keraguan yang saya rasakan. Untungnya, di tahun saya masuk adalah tahun pertama dimana sekolah tersebut mewajibkan murid perempuan untuk berjilbab. Karena di tahun-tahun sebelumnya, SMP tersebut tidak mewajibkan murid perempuan berjilbab. Seragam kebangsaannya pun pendek, baik laki-laki maupun perempuannya, ya seperti waktu SD saja. Maka dari itu saya bersyukur sekali sekolah tersebut akhirnya mewajibkan siswi memakai jilbab.
Sampai saat ini, saya tidak pernah menyesal terhadap keputusan untuk berjilbab yang pernah saya buat, saya sangat senang meskipun awalnya saya takut kalau-kalau saya akan berubah pikiran, entah besok, lusa, atau beberapa tahun kemudian. Tapi ternyata saya sanggup mengatasi ketakutan saya tersebut. Semuanya adalah proses belajar buat saya. Mungkin, jika waktu itu saya tidak membuat keputusan besar tersebut, bisa saja saya tidak seperti saya yang sekarang.(bukan Tegar penyanyi cilik ya). Sebenarnya berjilbab itu tidak sulit, yang sulit adalah memantapkan hati untuk menyegerakannya.
Terimakasih untuk hidayah ramadhan yang diberikan.
Selamat Ramadhan! Semoga tidak ada kepura-puraan dalam menjalaninya… 🙂
~