Film · September 12, 2022 13

Review Mumun: Remake Sinetron Jadi Pocong dengan Kemasan Modern

Review Mumun

Bagi anak 90-an, tontonan di televisi terasa begitu menyenangkan. Ada banyak pilihan tontonan seru yang bisa menjadi hiburan. Berbeda dengan sekarang yang kebanyakan bahkan sudah meninggalkan siaran televisi dan memilih untuk menonton konten-konten di platform streaming.

Jadi Pocong adalah sinetron zaman dulu yang sampai sekarang melekat di benak anak 90-an. Kala itu, Jadi Pocong yang dibintangi Eddies Adelia menjadi tontonan paling seram, terutama di kalangan anak-anak. Jujur, saat tayang di siang hari pun, sinetron tersebut tetap sukses membuat kita merinding berhari-hari.

Kalau diingat-ingat kembali, menonton Pocong Mumun dan Pocong Jefri adalah salah satu pengalaman yang paling menyenangkan di masa itu. Setiap episodenya menjadi bahan cerita di bangku sekolah.

Momen-momen menakutkan tersebut bahkan seperti terus membuntuti kita di mana pun berada. Dulu, Pocong Mumun bikin aku takut pulang ngaji, apalagi zaman dulu jalanan masih sepi dan sawah-sawah belum penuh dengan rumah. Bisa dibilang Jadi Pocong adalah pioneer kisah pocong paling menyeramkan di masanya. Apa ada orang yang bilang Pocong Mumun tidak menyeramkan?

Setelah 20 tahun kisah Mumun mengendap di kepala kita, kini Dee Company membawa kerinduan kembali kepada sinetron jadul yang penuh memori tersebut lewat film Mumun.

Seperti apa review Mumun yang sudah tayang di bioskop ini? Yuk, baca sampai tuntas, ya.

Review Mumun: Remake Sinetron Jadi Pocong

Film Mumun

Mumun merupakan film horor Indonesia terbaru arahan sutradara Rizal Mantovani dengan naskah skenario yang ditulis oleh Dirmawan Hatta. Kalau soal film horor, Rizal Mantovani memang sudah tidak diragukan lagi.

Dari film Jelangkung, Kuntilanak, Jailangkung 1, Jailangkung 2, Kuntilanak 1, Kuntilanak 2, Air Terjun Pengantin, sampai ke Gerbang Neraka dilibas semua. Sepertinya film horor memang sudah begitu melekat di diri sutradara 55 tahun ini.

Film Mumun sendiri menempatkan Acha Septriasa, Dimas Aditya, dan Mandra sebagai pemeran utamanya. Film ini berfokus pada kisah Mumun dan Mimin, saudara kembar yang punya sifat bertolak belakang.

Baca Juga: Review Miracle in Cell No. 7 Indonesia: Adaptasi yang Menghibur Meski Feelnya Agak Kabur

Di sini, Mumun diceritakan sebagai kembang desa yang cantik, ramah, dan juga santun. Kecantikan Mumun membuat banyak pria melamarnya tetapi ditolak. Sebab, Mumun sudah memiliki pujaan hati bernama Juned.

Juned yang tengah mempersiapkan kebutuhan untuk menikah dengan Mumun terkadang dibuat cemburu dengan kehadiran para penggemar fanatik Mumun yang kerap nongkrong di warung kekasihnya tersebut.

Berbeda dengan Mumun, Mimin justru seperti wanita-wanita sosialita. Dia lebih memilih untuk tinggal di Jakarta dan berpura-pura bekerja sebagai pegawai kantoran ternama. Padahal, ia sebenarnya hanya seorang waiters saja.

Alhasil, ia kerap mengambil pinjaman online (pinjol) dengan nominal besar hanya untuk memenuhi kebutuhan orang tua dan gaya hidupnya. Namun yang jadi masalah, Mimin selalu menggunakan identitas saudara kembarnya Mumun.

Sampai suatu hari, Mumun pun menjadi buronan debt collector hingga dirinya mengalami tabrak lari saat dikejar-kejar para penagih utang.

Meski premis yang diusung berbeda, tetapi Mumun membawa inti permasalahan yang sama di film ini, yaitu tali pocong yang lupa dibuka di mana pemeran tukang gali kubur Husein adalah satu-satunya yang tidak berubah di sini. Siapa lagi kalau bukan Mandra.

Lagi-lagi, Husein lupa membuka tali pocong Mumun sehingga ia terus menggentayanginya. Bukan hanya Husein, Mumun juga menggentayangi Mimin, Juned, Jefri, dan seluruh warga desa. Selain tali pocong yang lupa dibuka, gentayangannya Mumun juga disebabkan karena dendam yang dibawanya.

Baca Juga: Film Ngeri-Ngeri Sedap: Konflik Batin Keluarga yang Relatable

Dikemas dengan Sentuhan Modern

Film Mumun sangat kental dengan ciri khas Betawi. Kehadiran Mandra di dalamnya pun tampak menyempurnakan kesan Betawi yang ditinggalkan di film ini. Tentunya Mumun versi sinetron yang tayang 20 tahun lalu itu kini dikemas dengan lebih modern.

Selain tema masalah pinjol yang juga menjadi salah satu problematika generasi-generasi saat ini, ada banyak istilah modern yang digunakan dalam dialog. Seperti kalimat, “keranjangin doang kagak check-out check-out” sewaktu Mumun menyindir Juned yang tak kunjung menikahinya, dan masih ada beberapa lainnya yang tidak aku ingat.

Problematika di Dalam Keluarga

Meski Mumun adalah karakter utama dalam film ini, tapi konflik yang dihadirkan lebih mengarah kepada Mimin yang sama-sama diperankan oleh Acha Septriasa. Mimin ini seperti gambaran problematika di dalam keluarga kebanyakan.

Tak bisa dipungkiri tanpa sadar orang tua kerap sekali membandingkan anak yang satu dengan yang lainnya. Itu juga yang menjadi keresahan seorang Mimin sehingga ia memilih untuk merantau ke Jakarta. Karena dirinya sadar bahwa orang tuanya hanya memandang Mumun semata.

Nekatnya Mimin melakukan pinjaman online dan pencitraan adalah cara bagi dirinya untuk memenuhi segala ekspektasi orangtuanya. Sesuatu yang mungkin juga sering kita lakukan. Siapa pun yang merasakannya pasti mengerti betapa sakitnya dipandang sebelah mata oleh orang terdekat kita sehingga terkadang hal itu yang membuat kita akhirnya memilih jalan yang salah.

Yang juga menjadi masalah, terkadang kita tidak bisa menjadi diri sendiri sebagai tuntutan ekspektasi. Di sini, Mimin bahkan merelakan dirinya untuk bisa menjadi sama seperti seorang Mumun agar orangtuanya bisa bahagia.

Baca Juga: Romance is a Bonus Book: Ketika Buku dan Cinta Menghangatkan Kita

Paduan Horor dan Komedi

Bisa dibilang, Mumun adalah film horor yang nggak horor-horor amat. Masih banyak yang berharap Pocong Mumun yang dihadirkan benar-benar serupa seperti versi originalnya. Dari sinetronnya sendiri, Jadi Pocong memang cerita horor yang dibalut dengan komedi Betawi. Konsep itu juga yang dihadirkan dalam versi aslinya.

Film Mumun lebih kental dengan banyolan komedinya dibandingkan rasa merindingnya. Bahkan ada momen yang membuat muka Pocong Mumun yang tadinya seram tiba-tiba menjadi Pocong Mumun dengan wajah bersih ketika melihat Juned. Jatuhnya agak kocak ya.

Meski begitu, film Mumun masih sangat bisa untuk dinikmati sebagai teman nostalgia dengan cerita yang dikemas sesuai perkembangan yang ada.

Itulah review Mumun yang saat ini masih tayang di bioskop. Yakin nggak kangen sama mata hijaunya Pocong Mumun?