Hujan masih di sini. Masih menemaniku menyaksikan dari jauh sosoknya yang teduh di balik payung kuning itu. Jilbab ungu yang menjuntai menutupi bagian tubuhnya semakin menyiratkan kecantikan di wajahnya. Aku terpana. Aku jatuh cinta padanya untuk kesekian kali.
Selalu begitu. Setiap kali hujan turun aku menikmati rutinitas yang menurutku menyenangkan. Menatapnya diam-diam adalah ketenangan. Ia masih setia dengan payung kuningnya. Pandangannya menatap nanar ke depan. Entahlah, mungkin ia memang benar-benar menunggu bus untuk pulang. Pernah ia melirikku sekilas lalu ia menunduk dan melanjutkan langkahnya lagi dengan ringan. Meski sebentar, lirikan dari bola mata bening itu membawa efek yang luar biasa untukku. Membuat detak jantungku menjadi tak teratur.
Aku masih menantinya dari sini, tempat di mana aku bisa memandangnya dengan jelas. Tapi, sosok yang kunanti hadirnya belum juga terlihat. Apa mungkin ia tak lewat jalan ini kali ini? Atau karena ia tahu, aku selalu memandanginya? Mungkinkah ia takut padaku? Kubuang saja perasaan-perasaan tak berguna itu. Aku masih ingin menunggunya.
Aku melirik jam di tanganku. Rupanya aku sudah duduk di sini selama satu jam. Namun orang yang kutunggu belum juga muncul. Aku kecewa kali ini. Aku berdiri dengan lemas, lalu melangkah untuk pergi dari tempat ini.
Ah, gadis di bawah payung kuning itu. Tak sadarkah ia, sosok pria yang mengintipnya diam-diam, mencandu wajahnya dan selalu jatuh cinta kerap melihatnya? Aku mengeluh dalam diam dan membayangkan andai saja ada keberanian yang menguatkanku, lantas akan kusapa ia dengan lembut. Lalu kita bisa duduk berdua.
Lamunanku buyar saat aku melihat betapa banyaknya orang yang berkumpul di pinggir jalan. Mungkinkah ada sesuatu di balik kerumunan tersebut? Aku ragu. Tadinya aku berniat untuk tidak melihat apa yang sedang terjadi di sana. Namun, ada satu yang membuat langkahku untuk berhenti, di sini, di dekat payung yang biasa ia bawa.
Aku tertegun. Mengapa ia meninggalkan payung kesayangannya ini? Kemana ia pergi? Aku mengambil payung kuning tersebut dan berjalan sedikit ke arah kerumunan.
Dan aku tersentak kaget. Gadis yang kutunggu sedari tadi kini telah berada di hadapanku, berada tepat di bawahku. Terkulai diam tak bergerak dengan tubuh bersimbah darah.
Tanpa wajah teduh yang selalu kutahu. Tanpa payung kuningnya itu.
“Aku mencintaimu. Tapi ternyata Tuhan lebih cinta lagi…” lirihku. Lalu dunia ini lebih gelap dari yang aku kira.
kasian 🙁
*pukpuk* hehehe