Prangko · April 5, 2014 0

Cinta (yang) Jatuh



Akhir-akhir ini aku merasa ada sesuatu yang seperti menahanku. Jika bisa dikatakan, sesuatu yang tertahan itu membuatku sedikit gusar.
~~


Aku hanya mahasiswi biasa, usiaku 18 tahun. Bagi mahasiswi semester dua sepertiku, kuliah merupakan aktivitas yang cukup menghabiskan sebagian waktu. Sangat melelahkan apabila sedang terkukung oleh kepadatan di dalamnya. Barangkali, ada kalanya mahasiswi sepertiku ini menemukan sedikit celah untuk melupakan persoalan kuliah yang masih jauh dari kata akhir. Salah satunya adalah kata yang sakral diperbincangkan. Yaitu cinta.

Cinta. Adalah lima huruf yang sanggup mengubah setiap insan yang telah terpaut dalam dekapannya. Sehingga tak salah apabila Ayatul Husna di dalam buku Ketika Cinta Bertasbih mendefinisikan cinta seperti ini…

Menurutku,
cinta adalah kekuatan
yang mampu
mengubah duri jadi mawar,
mengubah cuka jadi anggur,
mengubah malang jadi untung,
mengubah sedih jadi riang,
mengubah setan jadi nabi,
mengubah iblis jadi malaikat,
mengubah sakit jadi sehat,
mengubah kikir jadi dermawan,
mengubah kandang jadi taman,
mengubah penjara jadi istana,
mengubah amarah jadi ramah,
mengubah musibah jadi muhibah
Itulah cinta!

Jika ada seseorang bertanya apakah aku pernah jatuh cinta, dengan jelas akan kujawab, “Tentu saja“. Bukankah jatuh cinta adalah sebuah penghayatan terhadap peran jenis kita?
Namun, jika seseorang menyuruhku untuk mendefinisikan cinta, mungkin saja aku tak mampu menjawabnya. Sebab, terkadang cinta tak butuh definisi.

Kegusaran yang membuat jiwaku tertahan kali ini mungkin juga adalah efek dari jatuh cinta. Meskipun hingga saat ini aku masih saja ragu untuk menyebut perasaan ini sebagai cinta. Aku tak pernah berani berkata bahwa aku jatuh cinta, sebab aku takut bahwa yang kualami ini hanyalah sekedar perasaan yang bisa saja orang-orang menyebutnya sebuah kekaguman kita terhadap seseorang (lawan jenis), bukan cinta. Tapi, lama-lama aku berpikir dan meyakinkan diriku sendiri, kalau bukan cinta, apalagi kata yang sanggup menyebut rasa yang membuatku menjadi lebih puitis. Selain itu, aku jadi lebih sering menghayati lagu-lagu romantis, mencari tahu makna dari berbagai novel roman yang sedang kubaca maupun menonton drama-drama yang tak pernah lepas dari cerita romantika. Jadi kalau bukan cinta, maka kusebut apalagi?

Tuhan, mungkinkah kini aku sadar bahwa rasa yang telah lama menahan jiwaku ini adalah cinta?
~~

Mmm…. cinta! Menurutku,
Sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang
lebar.
Namun jika cinta kudatangi aku malu pada
keteranganku sendiri.
Meskipun lidahku telah mampu menguraikan dengan
terang.
Namun tanpa lidah,
cinta ternyata lebih terang
Sementara pena begitu tergesa-gesa menuliskannya
Kata-kata pecah berkeping-keping begitu sampai
kepada cinta
Dalam menguraikan cinta, akal terbaring tak berdaya
Bagaikan keledai terbaring dalam lumpur
Cinta sendirilah yang menerangkan cinta
Dan percintaan!

(Definisi cinta menurut Anna Altafunnisa dalam buku Ketika Cinta Bertasbih)