Prosa · Februari 21, 2014 4

Berdamai dengan Masa Lalu

Pecinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemputnya.1

Tahukah kau, Anakku, ada miliaran orang di dunia ini yang setiap hari mengalami kejadian sepertimu. Menemukan cinta pertama yang menggelora, menemukan cinta sejati mereka. Sayangnya, hanya satu dari seribu yang benar-benar bisa mewujudkan mimpi cinta pertama yang hebat itu. Sisanya? Ada yang bisa keluar dari jebakan perasaan itu secara berbaik hati, ada yang berpura-pura bisa mengikhlaskannya pergi.2

Mereka berpura-pura bilang kepada semua orang kalau ia telah berhasil melupakannya. Pura-pura berlapang dada melepaskannya, tapi apa yang terjadi saat ia tahu sang kekasih pujaan telah bertunangan atau menikah dengan orang lain. Sakit Jim, hati mereka berdengking sakit. Saat mereka tak sengaja dipertemukan lagi, hati mereka juga sakit. Karena mereka berpura-pura.3

Diungkapkan atau tidak mereka sudah memiliki perasaan tersebut. Mereka sudah terjebak dengan masa lalunya sama seperti kau, perbedaannya kau ditakdirkan menjalani dongeng ini, menunjukkan kalau kita selalu bisa berdamai dengan masa lalu. Berdamai dengan perasaan itu.4

Kau tak akan pernah bisa berdamai dengan masa lalumu jika kau tidak memulainya dengan memaafkan diri sendiri. Kau harus mulai dengan memaafkan semua kejadian yang telah terjadi. Tidak ada yang patut disalahkan. Ini bukan salah orang tua Nayla, pemburu bayaran beduin atau pemilik semesta alam yang menakdirkan segalanya. Kau justru harus memulainya dengan tidak menyalahkan dirimu sendiri.5

Apakah dengan demikian kau bisa melupakan Nayla? Belum. Sayangnya belum. Untuk bisa sempurna berdamai dengan masa lalu itu kau harus juga menerima kenangan itu. Meletakannya di bagian terpenting hatimu, memberikannya singgasana dan mahkota. Karena bukannkah itu semua kenangan yang paling indah? Paling berkesan? Paling membahagiakan.6

Ah, kau pasti bertanya jika ia memang kenangan yang paling indah, mengapa kau selalu pilu mengenangnya. Mengapa? karena kau tak pernah mau menerima kenyataan yang ada. Kau selalu menolaknya. Seketika. Tak pernah memeberikan celah kepada hati untuk berpikir dari sisi yang lain. Kau membunuh setiap penjelasan. Tidak sekarang, kau membunuh penjelasan itu esok pagi. Tidak esok pagi kau membunuh penjelasannya itu esok lusa.7

Masalahnya penerimaan itu bukan sesuatu yang sederhana. Banyak sekali orang-orang di dunia ini yang selalu berpura-pura. Berpura-pura menerima tetapi hatinya berdusta. Kita semua harus berlatih bersusah-payah untuk belajar menerima. Apakah itu sulit? Tidak, Jim. Itu mudah. Tetapi, kau memang tak pernah memulainya kau justru terjebak dalam lingkaran penyesalan. Tidak boleh anakku, urusan ini tidak boleh melibatkan walau sehelai sesal.8


Ketika waktu mempersilahkan kita untuk belajar mengerti.

Bagaimana cara pecinta sejati memainkan perannya lewat cinta yang terukir dengan abadi. Entah sebelumnya perasaan itu sudah saling terungkap, entah belum. Bisa saja hanya dengan isyarat yang mereka jadikan acuan, mereka sudah saling paham bahwa hati mereka sama-sama terpaut. Tapi, masalah yang mereka hadapi sebenarnya bukan tentang cinta yang tak terungkap, melainkan bagaimana mengenal makna pecinta sejati itu sendiri, untuk mereka — dua insan yang sedang memulai kisah cintanya.—  Untuk menjadi legenda dua pecinta sejati.

Ketika kita tertahan atas butir-butir cinta dan rindu yang ada. Ketika kita ingin menghapus keraguan. Ketika kita sedang saling mengingat. Kita berpikir;
Mungkin, ketika kita sama-sama menjadi masa lalu, ketika kita sama-sama telah menjadi kenangan. Kita bergolak pada perasaan yang begitu mendera diri kita. Kita ‘tak pernah mau berdamai dengan hati kita yang tertahan dengan rindu yang kandas. Hanya perasaan yang menusuk ketika kita mengingatnya. Kita berusaha untuk saling lupa, tapi semakin kita berusaha untuk lupa, semakin pula memori-memori itu teringat di diri kita. Kita terlalu berpura-pura untuk kuat. Padahal, kita sama-sama tak bisa — aku tak bisa, kamu ‘tak bisa— untuk melewatinya.

Untuk itu, dongeng-dongeng itu mengajarkan kita untuk berdamai. Jangan sampai nyawa kita habis oleh keraguan dan ketidaksabaran itu. Dan dongeng itu mengajarkan kita untuk percaya bahwa kita akan kembali — bersama, sekali lagi— dipertemukan dengan cerita yang lebih indah;
Jika kita mau menunggu;
Jika kita mau bersabar;
Jika kita belajar untuk menerima;
Jika kita belajar untuk berdamai.

Dan, kita tidak akan pernah pergi dan menyerah sebelum kita percaya, bahwa — pecinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemputnya.9

~


1,2,3,4,5,6,7,8,9 Novel Kisah Sang Penandai – Tere Liye