Ini film Korea tentang mama dan anak yang bikin aku sesak nafas setelah Wedding Dress :'(
Saat aku kecil, aku cerewet. Orang-orang menyarankanku untuk menjadi pemandu wisata. Aku besar di daerah pedesaan. Seperti itulah kampung halamanku.
Kakak perempuanku meninggal di usia 2 tahun sebelum aku lahir. Apakah karena kematiannya? Ibuku selalu menjagaku dan menyayangiku.
Namanya Ji Suk. Ji Suk itu perempuan, dia punya satu adik laki-laki. Ayahnya seorang sopir bus, tapi Ayahnya punya sedikit cacat di kaki.
Suatu hari, Ji Suk dan Ibunya pergi ke pasar. Setiap beli sesuatu, Ibunya selalu maksa ke penjual buat nurunin harga 10 sen dari harga asli. Tetep maksa walaupun penjual gak mau ngasih. Ji Suk sebel terus nanya ke Ibunya
“Ibu, jangan melakukan itu. Itu memalukan. Apa yang ingin Ibu lakukan dengan menabung 10 sen?”
“Apa yang memalukan? Tidak ada yang dipermalukan. Kalau bodoh, baru seharusnya malu” kata Ibunya.
“Ibu menyebalkan” Ibunya cuma bales ketawa.
Ayah Ji Suk pulang ke rumah. Ibunya bawain air hangat buat Ayahnya, tapi Ayahnya marah dan bilang kalo air ini dingin. Setelah itu, Ayahnya mukulin Ibunya. Ji Suk sama adiknya cuma bisa nangis.
Ibunya bilang ke Ji Suk waktu mau makan, “Ibu tak apa-apa, makan saja. Kalian harus makan biar kuat”.
Tangisan Ji Suk malah makin kenceng, dan Ji Suk pun lari.
Ji Suk nemuin Mijeong, temennya. Terus ngobrol sambil nangis, “Mijeong, aku benci rumahku. Aku benci Ayah dan Ibu. Aku ingin kuliah di Seoul dan hidup bebas. Aku tidak ingin menikah”
Tiba waktunya dimana Ji Suk memulai perjalanan merantau ke Seoul. Ibu, Ayah, sama adiknya Ji Suk ikut mengantarkan Ji Suk ke stasiun. Sebelum naik kereta, Ibunya bilang sesuatu ke Ji Suk.
“Kau akan meninggalkan Ibu sekarang”
“Jika kamu dapat pekerjaan dan menikah, tinggallah di rumah Ibu, jangan rumah sendiri”
“Sudahlah. Aku pergi sekolah, bukan menikah”
Ji Suk siap-siap masuk ke dalam kereta.
“Bu, kok tasnya berat sekali”
“Ibu mengemas semua yang kau butuhkan. Maaf kalau jadi berat”
Ji Suk akhirnya masuk ke dalem kereta. Kereta jalan, Ibunya melambaikan tangan sambil ikut berjalan. Kayaknya belum rela ditinggal sama Ji Suk :’)
Di dalem kereta, Ji Suk membuka tasnya dan melihat apa saja yang dibawakan oleh Ibunya. Ji Suk terharu melihat di dalamnya terdapat banyak makanan kesukaannya dan beberapa bungkus plastik yang berisi uang. Setelah itu, Ji Suk menemukan surat di dalam tasnya, kemudian membukanya dan membaca isi surat tersebut.
Anakku, Ji Suk. Ada begitu banyak yang ingin Ibu katakan, tapi Ibu tidak tahu bagaimana memulainya.
Ibu tidak bisa menjagamu dengan baik, tapi Ibu sangat bangga padamu. Kamu telah pergi ke Seoul, Ibu sangat khawatir. Apa kamu makan dengan baik? Apa kamu akan sakit? Ibu percaya padamu, jadi Ibu harus membiarkanmu pergi sekarang.
Mungkin tidak banyak, tapi Ibu menabungnya untukmu. Jika Ibu harus membeli tauge senilai 20 sen, Ibu hanya membeli senilai 10 sen. Saat Ibu membeli tahu, Ibu hanya membeli setengah blok. Maafkan Ibu tidak memberi lebih banyak.
Ibu sedih anak perempuan Ibu harus pergi. Maafkan Ibu.
Ji Suk nangis bacanya. Aku juga :'(
Ini adalah pertama kalinya aku berada jauh dari Ibu. Sebelumnya aku takut dan sering menelpon Ibu. Tapi setelah beberapa saat, aku mulai beradaptasi untuk tinggal di Seoul.
Suatu malem Ji Suk nelpon Ibunya.
“Hallo Ibu”
“Kenapa kau belum tidur?”
“Aku memikirkan Ibu”
“Kau tidak bisa tidur? Ada apa? Apa Ibu harus menyanyikan lagu nina bobo?”
“Ya”
Kemudian Ibunya nyanyi di dalam telpon.
Suara Ibu sungguh merdu. Apa dulu Ibu ingin menjadi seorang penyanyi? Seseorang yang tak punya hal untuk dilakukan atau ditunjukkan pasti sangat kesepian. Aku ingin menjadi anak yang membanggakan bagi Ibuku.
Ji Suk punya pacar. Dan dia akan menghadiri pertemuan keluarga. Ayah dan Ibu Ji Suk dateng ke Seoul.
“Bagus tidak? Dulu ini pakaian mahal” kata Ibunya ke Jisuk sembari memamerkan baju yang dipakainya.
“Bagus”
“Ini pertemuan pertama keluarga kita. Ayahmu membelikan ini untuk Ibu. Katanya Ibu kelihatan cantik.”
Setelah itu berkumpullah keluarga Ji Suk dan keluarga pacarnya.
“Aku tak menyukainya” kata Ibu pacarnya Ji Suk.
“Begini.. Mengapa kau tak menyukai anakku?” tanya Ibu Ji Suk.
“Tidak ada satu hal pun yang membuatku menyukainya”
“Kau tak boleh berkata seperti itu kepada anak orang lain. Apa kau pikir kami datang kemari karena menyukai anakmu? jawab Ibu Ji Suk.
“Kalau begitu lupakan saja”
“Kita tidak bisa apa-apa. Mereka yang sedang saling mencintai”
“Aku tidak mengkuliahkan anakku untuk menikah dengan menantu seperti dia”
“Anakku juga kuliah”
“Dia sekolah 2 tahun di Universitas biasa. Tapi anakku kuliah selama 4 tahun di USA”
“Anakmu kuliah ke luar negeri karena orang tuanya kaya. Anakku harus bekerja sambilan selama kuliah. Dia bahkan hanya punya sepasang celana jeans. Anak lainnya setelah lulus SMA langsung menikah dengan modal orangtuanya. Anakku kuliah selama 2 tahun dan menjadi tulang punggung keluarga. Ini sangat menyakitkan bila aku ingat hal ini”
“Itulah mengapa aku menentangnya. Tak mudah menjadi menantu dari keluarga miskin. Bodoh sekali dia” (songong banget nih!)
“Baik. Aku juga tak sudi orang bodoh menjadi menantuku. Lupakan pernikahan ini”
Ji Suk beserta Ibu dan Ayahnya keluar. Sambil jalan, Ibunya menyobek baju yang dipakainya. Sedih deh liatnya…..
“Sudahlah, Ibu membuatku sedih. Aku tak akan menikah dengannya”
“Ibu hidup karena kamu, tapi Ibu membuatmu sedih. Maafkan Ibu”
Malamnya, dalam keadaan hujan, Ibu Ji Suk dateng ke rumah pacarnya Ji Suk dan menemui Ibunya.
“Untuk apa kemari? Tak ada lagi alasan untuk kita bertemu”
“Aku rasa aku salah kemarin. Sejujurnya… Itu karena kebodohanku. Aku memang bodoh. Tapi anakku tidak. Dia tidak sepertiku. Sangat menyakitkan bila melihat dia amat menderita karena orang tuanya. Sekarang dia tidak bisa menikahi pria yang dia cintai karena orangtuanya. Aku sangat kecewa dengan Ibuku. Dia seharusnya menyekolahkanku. Kenapa dia tidak menyekolahkanku? Maafkan aku. Apa yang harus kukatakan kepadamu agar kau tak marah lagi? Maafkan aku…”
Bikin banjir sedih banget :'(
Aku akhirnya menikah tahun itu.
***
Ji Suk pun akhirnya punya anak. Setelah liat anaknya yang baru lahir, Ji Suk bilang sesuatu sama Ibunya.
“Ibu, apa rasanya sesusah ini ketika Ibu melahirkan aku? Aku akan menjadi anak yang baik sekarang”
“Ibu rasa kau sudah dewasa sekarang setelah kau punya anak.
***
Beberapa tahun kemudian, Ayahnya Ji Suk meninggal.
Aku kira aku tidak menyukai Ayahku. Aku kira aku membenci Ayahku. Aku kira aku tidak mempunyai kenangan tentang dia dan aku tak merindukannya.
Kapanpun aku sedang susah, Ibu selalu menghiburku. Jika aku menangis, Ibu menangis lebih dariku. Saat aku sedang sedih, hatinya pasti ikut sedih. Itulah seorang Ibu.
Suatu hari, Ji Suk mengunjungi Ibunya sendirian ke rumah Ibunya di desa dan menginap lama disana.
Ji Suk juga nemuin Mijeong, teman lamanya lalu ngobrol di tempat biasa.
“Tak ada yang berubah disini” kata Ji Suk kepada Mijeong.
“Daerah pedesaan susah untuk berubah. Kita yang berubah. Kelihatannya kau tak sehat?.”
“Mijeong. Aku sibuk beberapa waktu kedepan. Seringlah menjenguk Ibuku. Ayah sudah meninggal dan aku jarang pulang”
Mijeong mengangguk “Iya. Ibumu seperti Ibuku”
Ji Suk masih menginap di rumah Ibunya. Ia menghabiskan waktu bersama Ibunya setiap hari.
“Bu, maaf kalau kemarin aku menyebalkan.”
“Mengapa kau berkata seperti itu? Ada apa? Seorang Ibu tahu segalanya. Seorang Ibu tahu ketika anaknya sedih”
“Katanya tahu segalanya kenapa malah tanya”
“Kau menderita karena ada yang tak beres. Katakan”
Suatu hari Ibunya bertanya kepada suami Ji Suk lewat telepon. “Jun Su, ini Ibu”
“Ibu, ada apa?”
“Kau habis bertengkar dengan Ji Suk?”
“Tentu saja tidak”
“Terus kenapa dia datang sendiri? Tingkahnya aneh. Kau pasti tahu ada apa. Katakan”
“Dia tak bertingkah aneh, dia hanya kangen dengan Ibu. Makanya dia pulang” kata Suami Ji Suk sambil nahan nangis.
“Kenapa suaramu? Ada apa?”
“Tidak Bu, tidak ada apa-apa”
“Ini membingungkan, katakan sekarang”
“Ji Suk menyuruhku merahasiakannya. Ibu, Ji Suk sedang sakit”
“Dia harus ke RS. Kenapa malah kemari? Sudah kuduga, dia jadi kurus. Ibu akan mengantarnya ke RS besok”
“Ibu, dia sudah ke RS. Dia terkena kanker pankreas stadium akhir. Aku tak bisa hidup tanpa dirinya, apa yang harus kulakukan?” Jun Su nangis.
Ibunya kaget. Diem sambil terisak.
Bedanya sama Wedding Dress, kalo di WD Ibunya yang kena kanker. Tapi kalo disini, anaknya yang kena kanker. Tapi sama-sama sakit :'(
Ibunya masuk ke dalam kamar. Memijati kaki Ji Suk.
“Apa kau akan pulang lebih awal besok? Bisakah tinggal disini lebih lama?”
“Aku harus merawat anakku.” Ibunya nangis.
“Kapan ya aku bisa datang lagi?”
“Kau bisa kesini bulan depan, jangan berkata seperti itu. Kau bisa kesini bulan depan dan bulan berikutnya”
Ji Suk bingung mendengar perkataan Ibunya.
“Tak ada yang bisa mengambilmu dariku. Tak ada yang akan mengambil anakku selama aku masih hidup.” Ibunya nangis.
“Anakku, jangan khawatir. Ada Ibu. Ibu disini, Ibu ada disini. Akan ku lindungi anakku. Ibu akan melindungimu”
Ji Suk mengeluarkan air matanya T_T “Ibu….”
“Oh Tuhan, aku tak bisa hidup seperti ini. Aku tak bisa hidup tanpanya. Ambil aku juga. Aku tak bisa hidup tanpa anakku.”
Ji Suk nangis kenceng. “Ibu… Maafkan aku”
“Kenapa kau harus meminta maaf?”
“Banyak. Karena tidak menurut. Karena membuat Ibu kesepian. Karena mengecewakan Ibu. Karena menutup telepon lebih dulu”
“Anakku jangan seperti itu. Tidak perlu minta maaf. Maafkan Ibu…”
Sedih bangeeeeeet :'( :'(
Besoknya, Ibunya mengantar Ji Suk ke stasiun.
“Bu, aku harus berangkat. Aku harus bersama Hye Yeong (anaknya). Aku sudah menjenguk Ibu”
“Anakku, jangan khawatir. Kau tak akan pergi duluan. Ibu tahu segalanya tentangmu. Kau taka kan pergi duluan, jadi jangan takut. Ibu akan melindungimu. Ibu akan melakukan apa saja meski harus ke ujung dunia. Pergilah..Ibu tidak akan menangis jika tak terjadi apa-apa, jadi kau jagan menangis”
Ji Suk masuk ke dalem kereta. Ji Suk nangis, Ibu Ji Suk nangis. Aku juga nangis… :'(
Sedih banget pokoknya. Rasanya udah kayak pertemuan terakhir :'(
Dan emang bener seperti pertemuan terakhir. Setelah itu Ji Suk meninggal.
“Nenek, aku kangen Ibu. Kapan Ibu pulang?” kata Hye Yeong.
“Akan kuberitahu Ibumu kalau kau kangen. Jadi anak baik, ya?” Hye Yeong mengangguk.
Anakku, Ibu masih terus hidup. Meski Ibu telah mengantarmu pergi. Hari-hari telah berlalu. Semakin dekat bertemu denganmu. Seharusnya Ibu cepat menyusulmu dan berbicara denganmu agar kau tak kesepian.
Ibu sungguh bodoh. Ibu tidak bisa tidur karena khawatir. Ibu tak bisa bertemu denganmu meski sudah mati.
Anakku, jika kau mendengar kematianku, jangan biarkan aku tersesat. Kau harus mencariku.
Anakku, apa kau tahu? Hal terbaik yang pernah aku lakukan dalam hidupku adalah melahirkanmu. Hal yang paling kusesali dalam hidupku adalah juga melahirkanmu. Maafkan Ibu berkata seperti ini. Tapi jadilah anakku lagi di kehidupan mendatang.
Ibu menyayangimu, putriku….
:'( :'( :'(
Serang, 23 Oktober 2013. 21:16
*nangis*
Gue udah nonton film ini, ini adalah salah satu film korea keren bertemakan ibu. Gue nangis nonton ini dan saat temen gue dan ibunya ikutan nonton mereka berdua juga nangis. keren,
iya, aku juga nangis T_T